Blogger news

Jumat, 04 Mei 2012

Tari Pakarena

Tari Pakarena merupakan kesenian Tradisional yang berkembang di Gowa, Sulawesi Selatan, tarian ini sering dipertontonkan pada acara khusus.
Asal-usul tarian Pakarena sendiri berasal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langit(negara kahyangan) dengan penghuni lino(bumi) pada zaman dahulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langit mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternakhingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan dan kaki.
Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langit.

Pakarena adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Sementara ilmu hampa menunjukan pelakunya. Tarian ini mentradisi di kalangan masyarakat Gowo yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.
Tari Pakarena mencerminkan watak perempuan Gowa sesungguhnya yang sopan, setia, patuh dan hormat kepada laki-laki terutama terhadap suami.
Tarian ini terbagi dalam 12 bagian, gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam setiap bagian tarian. Sebetulnya pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk menjadi pertanda awal akhir Tarian Pakarena.
Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam. Menunjukan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, merupakan cermin irama kehidupan manusia. Aturan pada tarian ini adalah seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matantya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, kaki tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Peraturan ini berlaku sampai pertunjukan selesai. Para penari, Tari Pakarena begitu lembut mengerakan anggota tubuhnya, merupakan sebuh cerminan wanita Sulawesi Selatan.
Gandrung Pakarena, merupakan tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.Tarian Pakarena dan musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Musik Gandrung Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Musik ini juga sebagai penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrung atau gendang yang ditabuh bertalu-talu dilengkapi dengan tiupan seruling akan menghasilkan musik yang khas.
Gemuruh suara yang terdengar dari sejumlah alat musik tradisional Sulawesi Selatan ini begitu berpengaruh kepada para penonton. Mereka begitu bersemangat. Seakan tak ingat lagi waktu pertunjukan yang biasa berlangsung semalam suntuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar